Minggu, 14 Desember 2014

MAKALAH DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA


Tugas Akhir Landasan Pendidikan
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ismail Tolla, M. Pd.




DESENTRALISASI PENDIDIKAN
DI INDONESIA




OLEH:


ANDIK SISWANTO, S.Pd.
14B01007







PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014












BAB I
PENDAHULUAAN
A.    Latar Belakang
Perubahan sistem pendidikan di Indonesia telah melalui perkembangan yang panjang, hal ini seiring dengan kondisi bangsa Indonesia. Jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan, sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia adalah sistem pendidikan tradisional yang disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pada awal kemerdekaan, para pendiri republik yang sebagian besar adalah para tokoh pendidikan, memusatkan usahanya untuk membangun sistem pendidikan nasional sebagai pengganti dari sistem pendidikan kolonial yang telah berlangsung lebih dari tiga abad. Sistem pendidikan nasional mulai menampakan bentuknya sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
Sistem pendidikan nasional telah mengalami tiga kali perubahan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989. Selama waktu tersebut, telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan, baik dari aspek substansi maupun kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraannya.
Dari aspek substansi, telah terjadi perubahan dan perkembangan, antara lain tentang tujuan pendidikan, kurikulum, metode mengajar, penilaian pendidikan terus berlangsung dengan adanya perubahan rencana pelajaran 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, KTSP dan kini berlangsung Kurikulum 2013. Perubahan pada aspek kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraan pendidikan, antara lain tampak pada perubahan sistem pendiidikan nasional yang mulanya sentralistik kini menjadi sistem pendidikan nasional yang mengalami desentralisasi.
Desentralisasi adalah  merupakan penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan  mengurus urusan pemerintahan dalam  sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi, dimana sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.
Dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah ditegaskan  bahwa sistem pendidikan nasional yang bersifat sentralistis selama ini kurang  mendorong terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Sebab sistem pendidikan yang sentralisasi diakui kurang bisa mengakomodasi keberagaman daerah,  keberagaman  sekoah,  serta keberagaman peserta didik, bahkan cendrung mematikan partisipasi masyarakat dalam  pengembangan  pendidikan.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini, yaitu:
1.      Apa hakikat desentralisasi?
2.      Bagaimana konsep desentralisasi pendidikan?
3.      Apa tujuan desentralisasi pendidikan?
4.      Apa syarat keberhasilan proses desentralisasi pendidikan?
5.      Apa kelebihan dan kelemahan desentralisasi pendidikan?
C.    Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dengan adanya makalah ini, yakni:
1.      Mengetahui hakikat desentralisasi.
2.      Mengetahui konsep desentralisasi pendidikan.
3.      Mengetahui tujuan desentralisasi pendidikan.
4.      Mengetahui syarat keberhasilan proses desentralisasi pendidikan.
5.      Mengetahui kelebihan dan kelemahan desentralisasi pendidikan.
D.    Manfaat
1.      Kehadiran makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pembelajaran landasan pendidikan khususnya pengetahuan tentang konsep desentralisasi pendidikan.












BAB II
PEMBAHASAN

A.     Hakikat Desentralisasi
Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin de, artinya lepas dan centrum, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan melepaskan dari pusat. Sementara, dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004, bab I, pasal 1 disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian desentralisasi pendidikan menurut (Hurst dalam Nugroho, 2000: 2), “the decentralization process implies the transfer of certain function from small group of policy-makers to a small group of authorities at the local level” dengan kata lain desentralisasi merupakan proses penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari sekelompok kecil pembuat kebijakan kepada satu kelompok kecil pemegang kekuasaan pada tataran lokal. Definisi Hurst tersebut telah menggambarkan dengan jelas proses penyerahan fungsi-fungsi pemerintahan yang kemudian diberikan kepada pemerintah daerah. Sedangkan pengertian desentralisasi menurut (Chau dalam Nugroho, 2000: 2), desentralisasi pada konsep pendelegasian kekuasaan kepada pemerintah daerah, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya.

Pengertian desentralisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa sistem pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah. Selanjutnya, pengertian desentralisasi menurut (Hoogerwert dalam Hasbullah, 2010: 5), desentralisasi adalah sebagai pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal itu.
Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa desentralisasi pendidikan adalah suatu proses di mana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan kebijakan dan pembiayaan.
B.     Konsep Desentralisasi Pendidikan
Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah.Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
 Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”. Khusus ketentuan bagi Perguruan  Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020.
Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat  harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.
C.    Tujuan Desentralisasi Pendidikan
Terdapat delapan tujuan utama desentralisasi menurut (Hanson dalam Hadiyanto, 2004: 27), yaitu:
1.      Mempercepat pertumbuhan ekonomi (accelerated economic development),
2.      Meningkatkan efesiensi manajemen (increased management efficiency),
3.      Distribusi tanggung jawab dalam bidang keuangan (redistribution of financial responsibility),
4.      Meningkatkan demokratisasi mealalui distribusi kekuasaan (increased democratization trough the  distribution of power),
5.      Control local menjadi lebih besar melalui deregulasi (greater local control trough deregulation),
6.      Pendidikan berbasis kebutuhan pasar (market-based education),
7.      Menetralisasi pusat-pusat kekuasaan (neutralizing competing centers of power),
8.      Meningkatkan kualitas pendidikan (improving the quality of education),

Menurut Hadiyanto (2004: 30), secara konseptual, terdapat dua jenis desentralisasi pendidikan, yaitu:
1.      Desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (propinsi dan distrik)
2.       Desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah
Konsep desentralisasi pendidikan yang pertama terutama berkaitan dengan otonomi daerah dan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, sedangkan konsep desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan yang lebih besar pada tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Adapun tujuan dan orientasi dari desentralisasi pendidikan sangat bervariasi berdasarkan pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di beberapa negara Amerika Latin, di Amerika Serikat dan Eropa. Jika yang menjadi tujuan adalah pemberian kewenangan di sektor pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka fokus desentralisasi pendidikan yang dilakukan adalah pada pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah lokal atau kepada Dewan Sekolah. Implisit ke dalam strategi desentralisi pendidikan yang seperti ini adalah target untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan sumber daya (school resources; dana pendidikan yang berasal yang pemerintah dan masyarakat).
Di lain pihak, jika yang menjadi tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut, maka desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada reformasi proses belajar-mengajar. Partisipasi orang tua dalam proses belajar mengajar dianggap merupakan salah satu faktor yang paling menentukan.
Desentralisasi pendidikan merupakan peluang bagi peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dengan kata lain, ia merupakan peluang bagi peningkatan mutu pendidikan di setiap daerah. Hal ini karena perhatian terhadap peningkatan mutu guru, peningkatan mutu manajemen kepala sekolah, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan menjadi lebih baik jika dikelola oleh para pejabat pendidikan yang ada di daerah. Pada akhirnya, tujuan desentralisasi pendidikan adalah pada pemerataan mutu pendidikan yang meningkat ini.
Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara internasional.
Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini beralasan, karena sistem birokrasi selalu menempatkan “kekuasaan” sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era reformasi saat ini. Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang “dikendalikan”. Merekalah seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang “pasti” tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah.
Disamping itu pula, kekuasaan birokrasi juga yang menjadi faktor sebab dari menurunnya semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dulu, sekolah sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat, dan merekalah yang membangun dan memelihara sekolah, mengadakan sarana pendidikan, serta iuran untuk mengadakan biaya operasional sekolah. Jika sekolah telah mereka bangun, masyarakat hanya meminta guru-guru kepada pemerintah untuk diangkat pada sekolah mereka itu.
Pada waktu itu, kita sebenarnya telah mencapai pembangunan pendidikan yang berkelanjutan (sustainable development), karena sekolah adalah sepenuhnya milik masyarakat yang senantiasa bertanggungjawab dalam pemeliharan serta operasional pendidikan sehari-hari. Pada waktu itu, Pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, melalui pemberian subsidi bantuan bagi sekolah-sekolah pada masyarakat yang benar-benar kurang mampu.
D.    Syarat Keberhasilan Proses Desentralisasi Pendidikan
Keberhasilan desentralisasi pendidikan setidaknya akan tergantung pada beberapa faktor pendukung. Di bawah ini akan dikemukakan empat faktor penunjang keberhasilan desentralisasi pendidikan, yaitu:
1.      Menerapkan deregulasi, meningkatkan fleksibilitas melalui penerapan deregulasi merupakan kunci utama untuk memacu efektivitas desentralisasi pendidikian di daerah dan sekolah. deregulasi merupakan proses pemangkasan jalur birokrasi yang terlalu ketat dan panjang. Deregulasi juga berarti menghilangkan rantai birokrasi yang terlalu banyak. Sebagai system semestinya bukan untuk mempersulit dan memperlambat proses, tetapi sebaliknya memperlancar proses layanan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat.
2.      Menerapkan semiotonom atau melaksanakan desentralisasi secara bertahap dan berkesinambungan.
3.      Melaksanakan kepemimpinan demokratis dan partisipatif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
4.      Menerapkan profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan.
E.     Kelebihan dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan
Menurut Nugroho (2000: 67), sedikitnya terdapat empat kelebihan dari desentralisasi pendidikan:                       
1.      Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki
2.      Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional
3.      Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat
4.      Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.
Adapun kelemahan yang mungkin timbul dalam implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu:
1.      Kurang siapnya sumber daya manusia pada daerah terpencil
2.      Tidak meratanya pendapatan asli daerah, khususnya daera-daerah miskin
3.      Kurangnya perhatian pemerintah maupun pemerintah daerah untuk lebih melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan
4.      Otoritas pimpinan dalam hal ini Bupati, Walikota sebagai penguasa tunggal di daerah kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh kondisi pendidikan di daerahnya sehingga anggaran pendidikan belum menjadi prioritas utama
5.      Kondisi dan setiap daerah tidak memiliki kekuatan yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan disebabkan perbedaan sarana, prasarana dan dana yang dimiliki.

Pendapat lain dikemukakan oleh (Smith dalam Kinalova: 2012), kelebihan kebijakan desentralisasi ini memiliki keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1.      Desentralisasi diterapkan dalam upaya pendidikan politik
2.      Untuk latihan kepemimpinan politik
3.      Untuk memelihara stabilitas politik
4.      Untuk mencegah konsentrasi kekuasaan di pusat
5.      Untuk memperkuat akuntabilitas publik
6.      Untuk meningkatkan kepekaan elit terhadap kebutuhan masyarakat lewat pendekatan pelayanan publik
Menurut Smith, keenam hal tersebut di atas bisa tercapai apabila administrasi pemerintah tertata dengan baik. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan daerah diperlukan admininstrasi pemerintahan daerah yang respon dengan aspirasi dam kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dengan memahami system administrasi demikian pada tingkat daerah maka hubungan saling terkait antara semua komponen yang terdapat dalam administrasi pemerintahan daerah sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semakin cepat tercapai. Hal ini sangat dibutuhkan kemitraan dari semua komponen darah.
Selain kelebihan tentunya desentralisasi juga memiliki kelemahan, menurut (Smith dalam Kinalova: 2012), kekurangan desentralisasi yaitu:
1.      Karena jumlah organ-organ pemerintah bertambah banyak sejalan dengan kewenangan yang dimiliki daerah, maka struktur pemerintahan bertambah kompleks sehingga mempersulit koordinasi.
2.      Hubungan keseimbangan dan keserasian antara berbagai macam kepentingan daerah mudah terganggu.
3.      Desentralisasi teritorial dapat mendorong timbulnya ”sentimen kedaerahan” (etnocentries).
4.      Pengambilan keputusan memerlukan waktu yang lama karena melalui perundingan yang rumit.
5.      Penyelenggaraan desentralisasi memerlukan biaya yang lebih banyak dan sulit dilaksanakan secara sederhana dan seragam.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa desentralisasi pendidikan pada hakikatnya berkorelasi positif terhadap peningkatan mutu lulusan lembaga pendidikan dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Apabila sekolah dapat dikelola dengan optimal oleh personalia yang profesional, pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak-pihak yang lebih dekat dan tahu tentang kebutuhan dan potensi sekolah, maka mutu pendidikan akan lebih maksimal sesuai yang diharapkan. Pengelolaan pendidikan yang baik menghasilkan Indonesia yang baru, desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidikan yang demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab. Masyarakat yang demokratis akan mampu menciptakan masyarakat madani yaitu masyarakat yang berbudaya tinggi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang mana sangat menghargai hak-hak asasi manusia.
B.     Saran
Penulis menyarankan agar pembaca lebih memperbanyak lagi referensi-referensi mengenai desentralisasi pendidikan selain makalah ini. Ini dikarenakan oleh keterbatasan penulis dalam mencari referensi-referensi dalam penyusunan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Hasbullah.  2010. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Riant Nugroho. 2000. Desentralisasi Tanpa Revolusi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Tim Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kinalova. 2012. Kelebihan dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan, (Online), http://kinalova.blogspot.com/2012/09/kelebihan-dan-kekurangan-sentralisasi.html, diakses 6 Desember 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar